Rabu, 11 Mei 2016

SISTEM OPERASIONAL BANK SYARIAH

SISTEM OPERASIONAL BANK SYARIAH
System keuangan dan perbankan modern telah berusaha memenuhi kebutuhan manusia untuk mendanai kegiatannya, bukan dengan dananya sendiri, melainkan dengan dana orang lain, baik dalam bentuk penyertaan (equity financing) maupun dalam  bentuk pinjaman (debt financing).
Untuk menghindari riba, maka dikonseplah suatu system perbankan yang sesuai dengan syariah islam. Maka, dihasilkan konsep perbankan islam. Secara garis besar hubungan ekonomi berdasarkan syariah ditentukan oleh hubunngan aqad yang terdiri dari lima konsep dasar aqad.
Islam mempunyai hukum tersendiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut, yaitu melaui akad-akad bagi hasil (profit and lost sharing), sebagai metoda pemenuhan kebutuhan permodalan (equity financing), dan akad-akad jual beli (al-ba’i) untuk memenuhi kebutuhan pembiayayaan, dengan produk-produknya sebagai berikut:
v  Produk pembiayayaan
1.    Equitu financing
Ada dua macam kontrak dalam kategori ini yaitu:
a.    Musyarakah (Joint Ventura Provit Sharing)
Melalui kontrak ini, dua pihak atau lebih (termasuk bank dan lembaga keuangan bersama nasabahnnya) dapat mengumpulkan modal mereka untuk membentuk sebuah perusahaan (syirkah Al-inan) sebagai sebuah badan hukum (legal entity). Setiap pihak memiliki bagian secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal  mereka dan mempunyai hak mengawasi (vothing right) perusahan sesuai dengan proporsinya. Untuk pembagian keuntungan, setiap pihak menerima bagian keuntungan, setiap pihak menerima bagian keuntungan secara proporsional  dengan kontribusi modal masing-masing atau sesuai  dengan kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya. Bila perusahaan mengalami kerugian, maka kerugian itu juga dibebankan secara proporsional kepada masing-masing pemberi modal.  Aplikasinya dalam perbankan terlihat pada akadang diterapkan pada usaha atau proyek dimana bank membiayayai sebagian saja dari kebutuhan investasi atau modal ketjanya. Selebihnya dibiyayai sendiri oleh nasabah. Akad ini juga diterapkan pada sindikasi anntar bank ayau lembaga keuangan.
Dalam kontrak tersebut salah satu pihak dapat mengambil alih modal pihak lain sedang pihak lain tersebut menerima kembali modal mereka secara bertahap. Inilah yang disebut dengan musyarakah al-mutanakishah. Aplikasinya dalam perbankan adalah pada pembiayayaan proyek oleh bank bersama nasabahnya atau bank dengan lembaga keuangan lainnya. Dimana bagian dari bank atau lembga keuangan diambil alih oleh pihak lain nya dengan cara mengangsur. Akad ini jjuga dapat dilakukan pada mudharabah yang modal pokoknya dicicil, sedanngkan usahanya beralan terus dengan modal yang tetap.
b.    Mudharabah (Trustee Profit Sharing)
Kontrak mudhorobah adalah juga merupakan suatu bentuk Equity Financing, tetapi mempunyai bentuk (feture) yang berbeda dengan musyarakah. Didalam Mudharabah, hubungan kontrak bukan antar pemberi modal melainkan antara penyedia dana dengan entrepreneur. Didalam kontrak mudharabah seorang mudhorib memperoleh modal dari unit ekonomi  lainya untuk tujuan  melakukan perdagangan atau perniagaan. Mudhorrib dalam kontrak ini menjadi trustee atas modal tersebut.
Dalam hal objek yang di danai ditentukan oleh penyedia dana, mka kontrak tersebut dinamakanmudharabah al-muqoyyadah. Dia mengguanakan modal tersebut, dengan tujuan yang dinyatakan secara khusus, untuk menghasilkan keuntungan. Pada saat proyek sudah selesai, mudharrib akan mengembalikan  modal tersebut kepada penyedia modal berikut porsi keuntungan yang telah disetujui sebelumnya. Bila terjadi kerugian maka seluruh kerugian dipikul oleh                    shohib al-maal. Bank dan lembaga keuangan dalam kontrak ini dapat menjadi salah satu pihak. Mereka dapat menjadi penyedia dana dalam hubungan mereka dengan para penabung, atau dapat menjadi penyedia dana dalam hubunngan mereka dengan pihak yang mereka dari dana.

2.    Debt financing
Seperti firman Allah surah Al-Baqarah(2) ayat 275: yang artinya: “orang-orang yang makan (mengambil) rba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orag yang kemasukan syetan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata  (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan menghramkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya  larangan dari tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginnya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan), dan urusannya (terserah)  kepada Allah . orang yang kembali (mengambil riba) maka orang itu adalah  penghuni-penghuni neraka, maka kekal didalamnya.”
Dari ayat diatas jelas menunjukkan bahwa praktek Bungan adalah tidak sesuai dengan prinsip islam. Istilah jual beli (ba’i) memiliki arti yang secara umum meliputi semua tipe kontrak pertukaran, kecuali tipe kontrak yang dilarang oleh syariah. Jual beli berarti setiap kontrak pertukaran barang dan jasa dalam jumlah tertentu atas barang (termasuk uang) dan jasa yang lain. Penyerahan jumlah atau harga barang dan jasa tersebut dapat dilakukan  dengan segera (cash) atau dengan tangguh (defferent). Oleh karenanya syarat-syarat al-bai dalam dep financing meyangkut berbagai  tipe dari kontrak jual beli tangguh (Deferred Contract of Exchange) yang meliputi  transaksi-transaksi sebagai berikkut:
a.    Prinsip jual beli
1)    Al murabbahah, yaitu kontrak jual beli dimana barang yang diperjual belikan tersebut diserahkan segera, sedang harga (baik pokok dan margin keuntungan yang disepakati bersama) atas barang tersebut dibayar dikemudian hari secara sekaligus. Dalam praktiknya, bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli dengan kewajiban membayar secara tangguh dan sekaligus.
2)    Al-Bai’ Bitsaman Ajil, yaitu kontrak al-murabahah dimana barang yang dijual belikan  tersebut diserahkan dengan segera dengan harga atas barang tersebut dibaray dikemudian hari secara angsuran (installement defferent payment). Dalam prakteknya pada bank sama dengan murabahah, hanya saja kewajiban nasabah dilakukan secara angsuran.
3)    Ba’I as-Salam, yaitu kontrak jual beli dimana harga atas barang yang diperjual belikan dibayar dengan segera (secara sekaligus), sedangkan penyerahan atas barang tersebut dilakukan kemudian. Bai as salam ini biasanya dipergunakan untuk produk-produk pertanian yang berjangka pendek. Dalam hal ini bank bertindak sebagai pembeli produk dan penyerahan uangnya lebih dulu sedangkan para nasabah menggunakannya sebagai modal untuk mengelola pertaniannya. Karena kewajiban nasabah kepada bank berupa produk pertanian, biasanya bank melakukan parallel salam yaitu mencari pembeli kedua sebelum saat panen tiba.
4)    Bai al-istisna’, hampir sama dengan bai as-salam yaitu kontrak jual beli dimana harga atas barang tersebut dibayar lebih dulu tetapi dapat diangsur sesuai dengan jadwal dan syarat-syarat yang disepakati bersama, sedangkan barang yang dibeli diproduksi dan diserahkan kemudian. Dalam praktiknya bank bertindak sebagai penjual kepada pemilik proyek dan mensupkannya kepada kontraktor.
b.    Prinsip sewa-beli
Sewa dan beli (ijarah dan iajara wa iqtina) oleh para ulama, secara bulet dianggap sebagai model pembiyayaan yang dibenarkan oleh syariat islam. Model ini secara konvensional dikenal sebagai lease dan financing lease. Al-ijarah atau sewa, adalah kontrak yang melibatkan suatu barang sebagai harga dengan jasa atau manfaat atas barang yang lainnya. Penyewa dapat juga diberikan option  untuk membeli barang yang isewakan tersebut pada saat sewa selesai, dan kontrak ini disebut Al-ijarah wa istina’, dimana akad sewa yang terjadi antara bank dengan nasabah dengan cicilan sewanya sudah termasuk cicilan pokok harga barang.
3.    Al-Qord Al-hasan
Dalam rangka mewujudkan tanggung jawab sosialnya, bank dapat memberikan fasilitas yang disebut al-qord al-hasan, yaitu penyediaan pinjman dana kepada pihak-pihak yang patut mendapatkannya. Secara syariah peminjam hanya  berkewajiban membayar kembali pokok pinjamannya, walaupun syariah membolehan pinjaman untuk memberikan imbalan sesuai dengan keikhlasannya tetapi bank sama sekali dilarang untuk menerima imbalan apapun.
v  Produk penghimpunan dana (funding)
Bank islam menjalankan fungsi-fungsi financing tersebut adalah dalam kapasitasnya sebagai mudhorrib dengan menggunakan dana-dana yang diperoleh daro para nasabah sebagai Shohib Al-Mal yang menyimpan dan menambahkan dananya pada bank melakui rekening-rekening sebagai berikut:
1.    Rekening koran (prinsip simpanan murni – al-wadi’ah)
Prinsip simpanan murni meruoakan fasilitas  yang diberikan oleh bank syratiah untuk memberikan kesempatan kepada pihak yag kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al-wadiah. Fasilitas al-wadi’ah bisa diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya giro dan tabungan. Dalam dunia perbankan konvensional, al-wadiah identic dengan giro.
Jasa simpanan dana dalam bentuk rekening koran diberikan oleh bank diberikan oleh bank islam dengan prinsip Al-wadiah yad damamah, dimana penerima simpanan bertanggung jawab penuh atas segala kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada asset titipan tersebut. Dengan prinsip ini, bank menerima simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa oenitian dengan kebebasan mutlak untuk menariknya kembali sewaktu-waktu, sehingga bank memperoleh izin dari nasabah untuk menggunakan selama dana tersebut mengendap di bank. Nasabah sewaktu-waktu dapat menarik sebagan atau seluruh dana yang dimiliki. Dengan demikian mereka memerlukan jaminan pembayaran kembali dari bank atas simpanan mereka. Semua keuntungan yang dihasilkan dari oenggunaan dana ttersebut  selama mengandap di bank adalah menjadi hak bank. Bank diperbolehkan memberikan bonus kepada nasabah atas kehendaknya sendiri, tanpa diikat oleh perjanjian. Bank menyediakan cek dan jasa-jasa lain yangberkaitan dengan rekening koran tersebuit.
Berdasarkan prinsip wadiah ini penerima simoanan juga dapat bertindak sebagai yad al-amanah (tangan penerima amanah), artinya ia tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusahan yang terjadi pada asset titioan selama hal ini bukan akibat kelalaian atau kecerobohan yangbersangkutan (terjadi karena factor diluar kemampuan penerima simpanan). Penerapan dalam perbankan dapat kita saksikan, misalnya dalam pelayanan safe deposit box.
2.    Rekening tabungan
Bank menerima simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dana dengan tingkat keleluasaan tertentu untuk menariknya kembali berikut kemungkinan memperoleh keuntungan berdasarkan prinsip wadiah. Bank memperoleh izin dari nasabah untuk menggunkan dana tersebut selama mengendap di bank. Nasabah dapat menariknya sewaktu-waktu atau dengan perjanjian yang disepakati. Bank menjamin pembayaran kembali simpanan mereka. Semua keuntungan atas pemanfaatan dana tersebut adalah milik bank, namun berbeda dengan rekening koran, bank dapat memberikan imbalan keuntungan yang bersal dari sebagian keuntunngan bank. Bank menyediakan buku tabungan dan jasa-bjasa yang berkaitan dengan rekening tersebut.
3.    Rekening investasi umum
Bank menerima simoanan dari nasabah yang mencari kesempatan innestasi dari dana mereka dalam bentuk rekening investasi umum berdasakan investasi umum berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqoh. Simpanan diperjanjikan untuk jangka waktu tertentu. Bank sapat menerima simoanan tersebt untuk jangka waktu tertentu. Dalam hal ini bank bertindak sebagai mudhorib dan nasaah bertindak sebagai shohibul mal. Sedang keduanya menyepakati pembagian laba yang dihasilkan dari oenanaman modal tersebut dengan nisbah tertentu. Dalam hal terjadi kerugian, nasabah menanggung kerugian tersebut dan bank kehilangan keuntungan.
4.    Rekening investasi kusus
Bank dapat juga menerima simanan dari pemerintah atau nasabah korporasi dalam  bentuk rekening simpanan kusus. Rekening ini juga dioperasikan berdasarkan prinsip mudhorobah,tetapibentuk investasi dan nisbah pembagian keuntungan biasanya dinegosiasikan secara perkasus (mudharabah muqoyyadah).
v  Produk jasa-jasa
1.    Rahn
Adalah akad menggadaikan barang dari satu pihak kepada pihak lain, dengan uang sebagai gantinya. Akad ini dapat digunakan tambahan pada pembiayayan yang beresiko dan memerlukan jaminan tambahan. Akad ini juga dapat menjadi produk tersendiri untuk melayani kebutuhan nasabah untuk keperluan yangbersifat jasa dan konsumtif, seperti pendidikan, kesehatan dan sebagainya.  Lembaga keuangan tidak menarik manfaat apapun kecuali biaya pemeliharaan atau keamanan barang yang digadaikan tersebut.
2.    Wakalah
Adalah akad perwakilan antara dua pihak. Dalam aplikasinya pada perbankan syariah, wakalah biasanya diterapkan untuk penerbitan letter of credit atau LC atau penerusan permintaan akan barang dalam negeri dari luar negeri L/C ekspor. Wakalah juga diterapkan untuk mantranfer dana nasabah kepada pihak lain.
3.    Kafalah
Adalah akad jaminan satu pihak keoada pihak lain. Dalam lembaga keuangan, akad ini terlihat dalam penerbitan garansi bank, baik dalam rangka mengikuti tander, pelaksanaan proyek, ataupun jaminan atas pembayaran lebih dulu.
4.    Hawalah
Adalah akad pemindahan hutang/piutang suatu pihak kepada pihak lain. Praktiknya dapat dilihat pada  transaksi anjak piutang. Namun kebanyakan ualam tidak memperbolehkan mengambil manfaat (imbalan) atas pemindahan utang piutang tersebut.
5.    Ji’alah
Adalah suatu  kontrak dimana pihak pertama menjanjikan imbalan tententu kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama. Prinsip ini dapat diterapkan oleh bank dalam menawarkan berbagai pelayanan dengan mengambil fee dari nasabah.
6.    Sharf
Adalah transaksi pertukaran valuta asing, dimana mata uang asing asing dipertukarkan dengan mata uang domestic atau dengan mata uang asing lainnya.
Bank islam sebagai lembaga keuangan dapat menetapkan prinsip ini dengan catatan harus memenuhi syarat-syarat yang disebutkan dalam beberapa hadis antara lain:
a.    Harus tunai
b.    Serah terima harus dilaksanakan dalam majelis kontak
c.    Bila dipertukarkan mata uang yang sama harus dalam jumlah/kuantitas yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar