Kritik Terhadap Asuransi Syariah
Asuransi Syariah sebagaimana dijabarkan faktanya di atas, menurut
kami adalah akad yang tidak sah (batil) dan haram, karena terdapat
paling kurang 6 (enam) penyimpangan syariah (mukhalafat syar’iyah) sebagai berikut :
Pertama, karena dalil-dalil yang digunakan tidak tepat,
khusunya hadis Asy’ariyin dan hadis Abu Ubaidah bin Jarrah RA di atas.
Pada kedua hadis tersebut, peristiwa bahaya terjadi lebih dahulu, baru
kemudian terjadi proses ta’awun (tolong menolong). Sedang pada asuransi
syariah, sudah diadakan akad ta’awun lebih dahulu, padahal peristiwa
bahayanya belum terjadi sama sekali. Menurut Syaikh ‘Atha` Abu Rasyta,
menggunakan hadis Asy’ariyin sebagai dasar asuransi syariah adalah istidlal yang keliru. (Ajwibatu As`ilah, tanggal 7 Juni 2010).
Kedua, karena terjadi penggabungan dua akad menjadi satu
akad (multi akad). Padahal multi akad telah dilarang dalam syariah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud RA bahwa Nabi SAW telah melarang dua
kesepakatan dalam satu kesepakatan.” (HR Ahmad, hadis sahih). Yang
dimaksud “dua kesepakatan dalam satu kesepakatan (shafqataini fi shafqah wahidah)” adalah adanya dua akad dalam satu akad (wujudu ‘aqdaini fi aqdin wahidin).
Fakta menunjukkan bahwa pada asuransi syariah tanpa saving, terjadi
penggabungan akad hibah dengan akad ijarah. Sementara pada asuransi
syariah dengan saving, terjadi penggabungan akad hibah, akad ijarah, dan
akad mudharabah.
Ketiga, karena tidak sesuai dengan akad dhaman (jaminan / pertanggungan) dalam Islam. Terdapat ketidaksesuaian dalam 3 segi sebagai berikut :
(1) Dari segi karakter akad. Karakter akad dhaman adalah
akad tabarru’ (bertujuan kebajikan / tolong menolong), bukan akad
tijarah (bertujuan komersial). Sedangkan asuransi Syariah hakikatnya
bukan akad tabarru’, tapi akad tijarah, karena peserta mengharap
mendapat klaim (dana pertanggungan) dan keuntungan dalam mudharabah.
Jadi pernyataan bahwa Asuransi Syariah adalah akad ta’awun dan bukan akad mu’awadhah / tabaduli (pertukaran), tidak tepat dan tidak sesuai dengan faktanya.
(2) Ketidaksesuaian dengan akad dhaman juga dapat dilihat
dari segi tidak sesuainya jumlah para pihak dalam akad. Pada akad dhaman
(jaminan / pertanggungan), terdapat 3 pihak, yaitu : (1) yang menjamin/
penanggung (dhamin), (2) yang dijamin / tertanggung (madhmun anhu), dan
(3) yang mendapat jaminan / tanggungan (madhmun lahu).
Adanya tiga pihak tersebut didasarkan pada hadis Abu Qatadah RA bahwa
kepada Nabi SAW pernah didatangkan sesosok jenazah agar beliau
menshalatkannya. Lalu beliau bertanya, “Apakah ia punya hutang?” Para
Sahabat berkata, “Benar, dua dinar.” Beliau bersabda, “Shalatkan teman
kalian!” Kemudian Abu Qatadah berkata, “Keduanya (dua dinar itu) menjadi
kewajibanku, wahai Rasulullah.” Nabi SAW pun lalu menshalatkannya. (HR
Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i dan al-Hakim).
Dalam hadis tersebut ada tiga pihak; Pertama, pihak yang menjamin/ penanggung (dhamin) adalah Abu Qatadah RA. Kedua, pihak yang dijamin / tertanggung (madhmun anhu) adalah jenazah. Ketiga, pihak yang mendapat jaminan / tanggungan (madhmun lahu) adalah orang yang memberi utang kepada jenazah.
Sementara itu dalam Asuransi Syariah, hanya ada dua pihak, bukan tiga pihak. Dua pihak tersebut adalah : Pertama, pihak yang menjamin/ penanggung (dhamin), yaitu para peserta semua; kedua, pihak yang mendapat jaminan / tanggungan (madhmun lahu) yaitu para peserta semua. Jadi dalam asuransi syariah tidak terdapat pihak ketiga, yaitu pihak yang dijamin / tertanggung (madhmun anhu).
(3) ketidaksesuaian ketiga dengan akad dhaman, dapat dilihat dari segi dhammu dzimatin ila dzimmatin, yakni penggabungan tanggungan satu pihak kepada tanggungan pihak lainnya. Dalam akad dhaman telah terjadi dhammu dzimatin ila dzimmatin, sebegaimana nampak pada hadis Abu Qatadah RA di atas, bahwa Abu Watadah telah menggabungkan dzimmah
(tanggungan) si jenazah, kepada tanggungan diri Abu Qatadah RA itu
sendiri. Jadi tanggungan yang wajib ditunaikan jenazah, berpindah
menjadi tanggungan Abu Qatadah RA. Adapun dalam asuransi syariah, dhammu dzimatin (penggabungan tanggungan) itu
tidak terjadi dan tidak ada. Karena ketika seorang peserta asuransi
membayar premi, dia tidak sedang mempunyai tanggungan apa pun kepada
siapa pun, yang wajib dia tunaikan. Jadi, asuransi syariah tidak sesuai
dengan akad dhaman dalam Islam.
Keempat, karena akad hibah (tabarru’) dalam Asuransi Syariah
tidak sesuai dengan pengertian hibah itu sendiri. Sebab hibah dalam
pengertian syar’i adalah pemberian kepemilikan tanpa kompensasi /
pengganti (tamliik bilaa ‘iwadh). (Imam Syaukani, Nailul Authar, Bab Hibah, Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000, hlm. 1169)
Sementara dalam Asuransi Syariah, peserta asuransi memberikan dana hibah, tapi mengharap mendapat kompensasi (‘iwadh / ta’widh),
bukannya tidak mengharap. Jadi sebenarnya tidaklah tepat Asuransi
Syariah dikatakan sebagai akad hibah, tapi harus jujur disebut sebagai
akad investasi yang mengharapkan keuntungan !
Kelima, karena hibah (tabarru’) yang diberikan peserta dalam
Asuransi Syariah, akan kembali kepada peserta itu (jika terjadi risiko
atas suatu peristiwa yang ditanggung misal kebakaran) ditambah dengan
hibah dari para peserta lainnya. Menurut kami ini haram hukumnya, sebab
menarik kembali hibah yang telah diberikan hukumnya haram. (Yahya
Abdurrahman, Asuransi dalam Tinjauan Syariah, hlm. 42).
Sabda Nabi SAW :
العائد في هبته كالكلب يعود في قيئه
“Orang yang menarik kembali hibahnya, sama dengan anjing yang
menjilat kembali muntahannya.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa`i,
Ibnu Majah, dan Ahmad).
Keenam, karena telah terjadi gharar (ketidaktentuan, uncertainty)
dalam Asuransi Syariah. Sebab peserta tidak tahu dengan jelas apakah
betul perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola, ataukah sebagai
pengelola sekaligus sebagai pemodal ketika perusahaan menginvestasikan
kembali dana premi ke pihak ketiga, dan seterusnya. Peserta juga tak
tahu dengan jelas ke mana perusahaan asuransi akan menginvestasikan dana
yang ada, apakah ke bank, bank konvensional atau bank syariah, ataukah
melakukan re-asuransi ke perusahaan asuransi berikutnya, dan seterusnya.
Adanya gharar ini berarti menegaskan keharaman Asuransi Syariah yang ada saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar