Rabu, 11 Mei 2016

PENGERTIAN ASURANSI SYARIAH

Pengertian Asuransi Syariah
Asuransi Syariah dalam literatur bahasa Arab disebut dengan istilah : At Ta`min At Ta’awuni, atau At Tamin At Takafuli , atau At Ta`min Al Islami.
Asuransi Syariah menurut menurut Dewan Syariah Nasional MUI (DSN MUI) identik dengan istilah ta`min, takaful, atau tadhaamun, dan didefinisikan sebagai usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad yang sesuai dengan syariah tersebut maksudnya adalah akad yang tidak mengandung gharar (penipuan), perjudian, riba, penganiayaan/ kezaliman, suap, barang haram dan maksiat.
Definisi Asuransi Syariah menurut Kitab Al Ma’ayir Al Syar’iyah (Sharia Standards) yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) edisi tahun 2010 :

التأمين الإسلامي هو اتفاق أشخاص يتعرضون لأخطار معينة على تلافي الأضرار الناشئة عن هذه الأخطار، وذلك بدفع اشتراكات على أساس الإلتزام بالتبرع، ويتكون من ذلك صندوق التأمين له حكم الشخصية الإعتبارية، وله ذمة شخصية مستقلة، (صندوق) يتم منه التعويض عن الأضرار التي تلحق أحد المشتركين من جراء وقوع الأخطار المؤمن منها
(المعايير الشرعية 2010، ص 364)
“Asuransi Islami adalah kesepakatan sejumlah orang yang menghadapi risiko-risiko tertentu dengan tujuan untuk menghilangkan bahaya-bahaya yang muncul dari risiko-risiko tersebut, dengan cara membayar kontribusi-kontribusi berdasarkan keharusan tabarru’ (hibah), yang darinya terbentuk dana pertanggungan –yang mempunyai badan hukum sendiri dan tanggungan harta independen– yang darinya akan berlangsung penggantian (kompensasi) terhadap bahaya-bahaya yang menimpa salah seorang peserta sebagai akibat terjadinya risiko-risiko yang telah ditanggung.”
Definisi ringkas menurut AAOIFI edisi tahun 2010 adalah sebagai berikut :
التأمين التعاوني هو عقد تأمين جماعي يلتزم بموجبه كل مشترك بدفع مبلغ من المال على سبيل التبرع لتعويض الأضرار التي قد تصيب أيا منهم عند تحقق الخطر المؤمن منه
(المعايير الشرعية 2010، ص 376)
“Asuransi Islami adalah akad pertanggungan oleh sekelompok orang yang berdasarkan akad itu setiap peserta membayar sejumlah harta atas dasar tabarru’ (hibah) untuk mengganti bahaya-bahaya yang mungkin menimpa kepada siapa saja dari para peserta ketika terjadi risiko yang telah ditanggung.”
Dalil-Dalil Asuransi Syariah
Dalil-dalil yang diajukan pihak yang melaksanakan Asuransi Syariah saat ini antara lain :
(1) Dalil-dalil tolong menolong (misal QS Al Maidah : 2 dan hadis)
(2) Dalil tabarru’, yaitu akad untuk kebajikan dan tolong menolong, seperti hibah.
(3) Dalil-dalil yang membolehkan mudharabah / musyarakah.
(4) Dalil-dalil ijarah (wakalah bil ujrah)
(5) Dalil yang membolehkan ta’widh (pemberian kompensasi), yaitu hadis laa dharara wa laa dhirara. (tidak boleh menimbulkan bahaya bagi diri sendiri maupun bahaya bagi orang lain).
Ada dalil hadis yang sering disebut yang diklaim sebagai dasar Asuransi Syariah, yakni hadis tentang Kaum Asy’ariyin. Dari Abu Musa RA, ia berkata: Nabi SAW bersabda:
إِنَّ الْأَشْعَرِيِّينَ إِذَا أَرْمَلُوا فِي الْغَزْوِ أَوْ قَلَّ طَعَامُ عِيَالِهِمْ بِالْمَدِينَةِ جَمَعُوا مَا كَانَ عِنْدَهُمْ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ ثُمَّ اقْتَسَمُوهُ بَيْنَهُمْ فِي إِنَاءٍ وَاحِدٍ بِالسَّوِيَّةِ فَهُمْ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُمْ

Bahwa kaum al-Asy’ariyun jika mereka kehabisan bekal di dalam peperangan atau makanan keluarga mereka di Madinah menipis, maka mereka mengumpulkan apa yang mereka miliki di dalam satu lembar kain kemudian mereka bagi rata di antara mereka dalam satu wadah, maka mereka itu bagian dariku dan aku adalah bagian dari mereka (HR Muttafaq ‘alaih).
Dalil hadis lain yang juga sering disebut adalah hadis Abu Ubaidah bin Jarrah RA bahwa Rasulullah SAW pernah mengutus Abu Ubaidah bin Jarrah RA bersama 300 pasukan. Di jalan bekal habis, lalu Abu Ubaidah memerintahkan pasukan mengumpulkan semua bekal makanan, lalu mereka memakannya sedikit demi sedikit sampai habis. Sampailah mereka di tepi laut dan melihat seekor ikan besar seperti bukit, lalu mereka memakan ikan itu selama 18 malam… (HR Bukhari).
Menurut para penggagas asuransi syariah, hadis-hadis tersebut menunjukkan upaya tolong menolong dalam rangka menanggulangi musibah, sesuatu yang juga terdapat dalam akad Asuransi Syariah di jaman modern ini.
Akad-Akad dalam Asuransi Syariah
Terdapat sekurang-kurangnya 3 (tiga) akad dalam Asuransi Syariah :
Pertama, akad hibah (tabarru’) di antara sesama pemegang polis (peserta asuransi) di mana peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah.
Kedua, akad mudharabah / musyarakah, dimana peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis), sedang  perusahaan  bertindak sebagai mudharib (pengelola). Akadnya berupa mudharabah, jika perusaan asuransi tidak sharing modal. Jika perusahaan asuransi ikut sharing modal, berarti akadnya musyarakah,
Ketiga,  akad ijarah (wakalah bil ujrah), yaitu akad wakalah (pemberian kuasa) dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana peserta dengan memperoleh imbalan (ujrah/fee).
Akad Wakalah  bil ujrah terdapat pada asuransi yang mengandung unsur tabungan (saving) maupun unsur tabarru’ atau yang tidak mengandung unsur tabungan (non saving).
Praktik Umum Dalam Asuransi Syariah Non Saving (Tanpa Tabungan)
Dalam asuransi syariah non saving ini, seluruh premi yang dibayarkan peserta asuransi, menjadi dana tabarru’ (hibah). Diklaim bahwa tak ada dana untuk investasi pada akad ini. Pengelolaan dana tabarru’ tersebut dan aktivitas takaful (saling menanggung di antara peserta) selanjutnya dijalankan oleh perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi mendapat ujrah (fee) dari pengelolaan dana tabarru’ tersebut berdasar  akad wakalah bil ujrah. Sementara itu peserta akan mendapat dana pertanggungan dari dana tabarru’ tersebut sesuai ketentuan yang ada.
Jadi pada asuransi non saving terdapat 2 (dua) akad :
Pertama, akad hibah (tabarru’) antar sesama peserta di bawah pengelolaan perusahaan.
Kedua, akad ijarah (wakalah bil ujrah) antara semua peserta dengan perusahaan.
Praktik Umum Asuransi Syariah Dengan Saving (Dengan Tabungan)
Adapun dalam asuransi syariah dengan saving, premi yang dibayarkan peserta asuransi kepada perusahaan asuransi dibagi dua : (1) dana untuk tabarru’, dan (2) dana untuk investasi (biasanya lebih besar dari dana tabarru’).  Dana tabarru’ ini lalu dikelola perusahaan asuransi dengan akad ijarah (wakalah bil ujrah). Perusahaan asuransi mendapat ujrah (fee) dari akad wakalah bil ujrah tersebut. Peserta akan mendapat dana pertanggungan dari dana tabarru’ tersebut sesuai ketentuan yang ada. Sementara dana investasi dikelola perusahaan asuransi dengan akad mudharabah / musyarakah, dan selanjutnya perusahaan asuransi mendapat bagi hasil dari akad investasi tersebut.
Jadi, dalam asuransi dengan saving ini terdapat 3 (tiga) akad :
Pertama, akad hibah (tabarru’) antar sesama peserta di bawah pengelolaan perusahaan
Kedua,  akad ijarah (wakalah bil ujrah) antara semua peserta dengan perusahaan.
Ketiga, akad mudharabah / musyarakah antara antara semua peserta dengan perusahaan.
Perlu diberi catatan di sini bahwa dalam akad mudharabah / musyarakah tersebut, peserta asuransi bertindak sebagai shahibul mal; perusahaan sebagai mudharib, atau sekaligus shahibul mal. Mengapa dikatakan demikian? Sebab perusahaan tidak mengelola langsung dana yang diinvestasikan denhgan melakukan bisnis riil (produksi barang atau jasa), melainkan melakukan re-asuransi, atau menginvestasikan dana ke bank. Keuntungan yang diperoleh dari mudharabah / musyarakah ini kemudian dibagi sesuai kesepakatan, antara peserta asuransi dan perusahaan asuransi. Sebagian keuntungan ini disisihkan untuk dana tabarru’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar